Hai sahabatku..saudaraku..., tak kusangka perjalanan kita melewati
hari-hari yang tak hanya suka ria tetapi juga duka lara, yang kadang melelahkan,namun kita tetap bersahabat.Meski terjal dan berliku kita tetap lalui. Tak jarang kita berbeda pendapat,
beradu argumen, dan atau malah saling mencibir.Terkadang jika sudah terlalu lelah untuk mengutarakan, kita hanya diam,
membiarkan emosi masing-masing menguap seiring berjalannya waktu. Kita yang
memiliki persamaan sekaligus perbedaan dalam sifat dan mengambil sikap telah
ditakdirkan Tuhan sejak awal, bahwa akan ada ikatan berwarna serupa bernamakan
persahabatan yang melekat di hati kita.
Aku ingin bercerita sejenak tentang kita. Mengenang cerita yang mewarnai
perjalanan kita.
1. Pernah suatu ketika ada
sikapku atau perkataanku yang tak berkenan di hatimu, kamu seketika menjauh dan berubah.
Kala itu aku tak menyangka, kemarahanmu begitu hebat, kali ini lebih banyak
diam bahkan menghindari keberadaanku. Terkadang, diam bisa mengungkapkan
segalanya. Dari situlah aku sadar, kamu benar-benar marah. Aku meminta maaf
penuh penyesalan, tetapi tak kamu gubris sedikit pun.
Kamu bersikap
seakan hubungan persahabatan kita cukup sampai disini saja.
Aku bingung harus menebus salahku bagaimana, sebab waktu tak mungkin mundur
ke saat dimana aku berbuat salah. Ibarat manusia yang telah mati, tak mungkin
hidup kembali hanya untuk membayar hutang-hutangnya.
2. Ternyata bertengkar dengan
sahabat sepertimu membuatku frustasi
Hari-hari dimana aku dan kamu tak berkomunikasi adalah hari-hari yang
sangat menyedihkan. Melelahkan. Bagaimana tidak? Seperti orang yang tak pernah
mengenal. Kadang aku berpikir, seberapa besar salahku, sampai kamu tak mau
sedikitpun menyapaku? Sahabatku, kamu tahu, di hari-hari yang membuat pundakku
lebih berat dan merasakan lelah yang membuncah itu, aku cuma bisa memandangmu
dari kejauhan.
Apa masih mungkin
kita kembali seperti dulu, hai orang yang kini asing bagiku? Tertawa, berbagi cerita,bercanda seputar kebodohan kita, bercerita masalah pribadi,dan duduk berlama-lama di tempat makan favorit
kita.
3. Pertengkaran kita memang
hanya sehari dua hari, tapi sempat membuatku lelah? Aku sendiri sudah mulai
pasrah
Kamu yang sudah berubah menjadi orang asing itu tetap
saja bersikap dingin. Buatku, itu isyarat darimu bahwa sudah tak ada harapan
lagi untuk menyatu. Aku mulai tak peduli dengan kelakuanmu yang makin
menyudutkanku. Namun tetap saja aku kepikiran barang selintas saja.
Seseorang yang
menyakiti kadang akan merasa lebih sakit hati daripada yang tersakiti…
Dan benar, rasa sakitnya tak kunjung usai, ketika maaf dan penyesalan kita
tak ada harganya sedikit pun. Tapi itu memberiku pelajaran, bahwa tidak ada
satu toko pun yang menjual kata maaf untuk kubeli.
4. Diam-diam, kuselipkan doa
disetiap sujudku semoga kita bisa kembali seperti sediakala
Segala cara sudah kutempuh untuk meminta maafmu, tetapi ternyata tak ada
balasan sama sekali. Aku kecewa, ternyata kamu sekeras itu. Tetapi aku harus
terima.
Dan cara
terakhir adalah merelakan sikapmu dan membiarkanmu pergi dengan kebencian
yang kamu bawa tentangku.
Diam-diam aku bersyukur kamu bisa membenciku sedalam itu. Itu artinya aku
adalah orang yang cukup berarti hingga bisa membuatmu sakit hati. Aku mulai
terbiasa tersenyum ketika melihatmu meskipun masih dengan kebencian yang kamu
simpan, masih dengan senyumanku yang selalu kukenakan saat bercanda hangat
denganmu.
5. Suatu ketika,tiba-tiba kamu
mengundangku untuk menemanimu makan, tetapi kali ini kamu yang tersenyum
Saat itu aku sedang santai di tempat kostku dan tiba-tiba hpku berdering,ada sms masuk,ternyata dari kamu,
Seketika aku menjadi bingung, tetapi ku-iya-kan
permintaanmu. Kamu mulai mengajakku basa-basi. Jujur aku ingin tertawa. Kamu
lucu, berpura-pura tidak ada apa-apa, padahal di balik ini usai terjadi perang
dunia ketiga. Sebentar, 'usai' kataku? Ah, apakah ini pertanda kita bisa
berteman kembali? Sungguh aku tidak masalah jika harus memulainya dari awal.
6. Pada akhirnya, doa yang
pernah kuselipkan itu, muncul ke permukaan hubungan kita, menjadi tali yang
mampu mengikat kembali keceriaan yang sempat hilang
Kamu tahu? Berulang kali kupanjat syukur ketika kamu tak lagi menjadi orang
lain. Aku tak perlu susah memulai dari awal bagaimana kita berkenalan lantaran
kita adalah dua orang yang memang sudah saling kenal, bahkan sangat mengenal
luar dan dalam.
Aku percaya,
sahabat itu mirip rumah, kemanapun kamu pergi merantau, kembalimu tetap ke
rumah.
Sahabatku, aku bersyukur karena kita bisa menyelesaikan masalah dan
mematahkan jarak yang sempat membuat kita menjadi dua orang asing dengan egonya
masing-masing. Sahabatku, sejauh ini kita telah belajar menjadi orang yang
seharusnya saling memahami, saling terbuka, dan saling mengerti.
Ya, jika suatu ketika kita bertengkar lagi, tidak apa-apa asal tahu
batasnya, mungkin memang perlu ada warna gelap supaya lukisan cerita yang kita
buat menjadi semakin mantap. Pernah bermasalah denganmu mungkin adalah ujian
dari sebuah pilihan.Kini aku lebih yakin. Ya, aku telah memilihmu menjadi salah satu orang
terdekat. Sahabat, terima kasih telah ada dalam hidupku.
Thanks
BalasHapus