Kamis, 02 November 2017

SANG GURU.com: Teman, teman guru, saat ini mulai diberlakukannya ...

SANG GURU.com: Teman, teman guru, saat ini mulai diberlakukannya ...: Teman, teman guru, saat ini mulai diberlakukannya pengembangan profesi sebagai prasyarat untuk teman-teman yang akan mengajukan pangkat pa...

Senin, 09 Oktober 2017

UPAYA MENUMBUHKAN BUDAYA BACA DI SEKOLAH DASAR
Oleh : Dini Indriani, M.Pd
Sekolah Dasar sebagai bagian dari pendidikan dasar sembilan tahun merupakan lembaga pendidikan pertama yang menekankan siswa belajar membaca, menulis, dan berhitung. Kecakapan ini merupakan landasan, wahana, dan syarat mutlak bagi siswa untuk belajar menggali dan menimba ilmu pengetahuan lebih lanjut. Tanpa penguasaan tersebut bagi siswa akan mengalami kesulitan menguasai ilmu pengetahuan (Depdikbud, 1991/1992:11).Minat baca pada dasarnya adalah penerimaan akan sesuatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri, semakin kuat hubungan tersebut maka semakin kuat minatnya. Rendahnya minat baca dikalangan anak diapat disebabkan oleh kondisi keluarga yang tidak mendukung, terutama dari orang tua yang kurang memberikan contoh kegemaran membaca kepada anak. Selain itu kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua mereka terhadap kegiatan anaknya selama kegiatan belajar di sekolah, hal ini disebabkan kurangnya konsep pendidikan yang diterapkan oleh orang tua. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap minat baca anak, karena pengaruh ajakan teman main yang begitu kuat, anak akan lebih memilih bermain dengan teman-temannya  dibandingkan dengan membaca buku.
Ajip Rosidi (1973:18) mengatakan bahwa pembinaan minat baca bagi masyarakat Indonesia dapat dibina sejak mereka masih anak-anak (TK, Sekolah Dasar, dan terus sampai SLTP/SLTA).JIKa pembinaan minat baca tidak dimulai sejak dini, maka besar kemungkinan setelah besar pun tetap tidak gemar membaca.Kalaupun gemar membaca maka bahan bacaan yang dipilih hanya berkisar pada buku bacaan hiburan.Oleh karena itu masalah minat baca siswa Sekolah Dasar perlu mendapat perhatian.
Seorang ahli psikologi dari Swiss,Jean Piaget mengatakan bahwa anak usia 0-12 tahun dikategorikan usia golden age dimana mereka akan sanagt mudah menyerap informasi dan meniru prilaku orang-orang di sekitarnya, maka sebagai guru tentu kita harus bisa memanfaatkan usia golden age ini untuk menanamkan nilai-nilai dan kebiasaan baik pada anak-anak sehingga pada saat dewasa karakter baik ini akan tetap melekat pada diri mereka.
Menurut Havighurts masa anak-anak usia 6-12 tahun memiliki tugas perkembangan untuk mengembangkan kemampuan dasar dalam membaca. Dalam meningkatkan kemampuan untuk membaca tersebut seorang anak perlu didampingi oleh orang lain. Pendampingan bisa dilakukan oleh orang tua sebagai orang terdekat, guru, dan semua orang di lingkungan terdekat yang mampu mendampingi anak dalam menumbuhkan minat bacanya. 
Perkembangan ilmu pengetahuan yang cepat disegala bidang, menyadarkan kita bahwa tugas sekolah tidak cukup jika hanya melatih ingatan dan kemahiran dalam beberapa mata pelajaran saja. Materi pelajaran tidak bisa lagi hanya dibatasi pada isi buku pelajaran saja.Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang mengajarkan ilmunya dari buku pelajaran saja, tetapi guru juga harus memberikan kesempatan pada siswanya untuk ikut aktif dalam usaha membuka pikirannya, mengembangkan bakatnya dan membiasakan anak memperkaya pengetahuannya dengan  usahanya sendiri melalui kegemaran membaca.
Kemampuan membaca (Reading Literacy) anak-anak atau siswa-siswa Indonesia sangat rendah bila dibandingkan dengan anak-anak atau siswa-siswa di negara-negara berkembang lainnya. Kemampuan membaca (Reading Literacy) anak-anak Indonesia sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, bahkan dalam kawasan ASEAN sekali pun. International Association for Evaluation of Educational (IEA) pada tahun 1992 dalam sebuah studi kemampuan membaca murid-murid Sekolah Dasar Kelas IV pada 30 negara di dunia, menyimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ke 29 setingkat di atas Venezuela yang  menempati peringkat terakhir pada urutan ke 30 (Totong,1998:9).
Buruknya kemampuan membaca anak-anak kita sebagaimana data di atas berdampak pada kekurangmampuan mereka dalam penguasan bidang ilmu pengetahuan dan matematika. Hasil tes yang dilakukan oleh Trends in International Mathematies and Science Study (TIMSS) dalam tahun 2003 pada 50 negara di dunia terhadap para siswa kelas II SLTP, menunjukkan prestasi siswa-siswa Indonesia hanya mampu meraih peringkat ke 34 dalam kemampuan bidang matematika dengan nilai 411 di bawah nilai rata-rata internasional yang 467. Sedangkan hasil tes bidang ilmu pengetahuan mereka hanya mampu menduduki peringkat ke 36 dengan nilai 420 di bawah nilai rata-rata internasioal 474. Dibandingkan dengan anak-anak Malaysia mereka telah berhasil menduduki peringkat ke 10 dalam kemampuan bidang matematika yang memperoleh nilai 508 di atas nilai rata-rata internasional. Dan dalam bidang ilmu pengetahuan mereka menduduki peringkat ke 20 dengan nilai 510 di atas nilai rata-rata internasional. Dengan demikian tampak jelas bahwa kecerdasan bangsa kita sangat jauh ketinggalan di bawah negara-negara berkembang lainnya.
Melihat keadaan seperti ini, untuk meningkatkan minat membaca, maka pemerintah Indonesia membentuk Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik mulai dari semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan (peserta didik,guru,kepala sekolah, tenaga kependidikan , pengawas  sekolah) juga melibatkan komite sekolah, orang tua/wali murid peserta didik, akademisi, penerbit, media massa, dan masyarakat.
Sugiharti (1997:39) menyatakan bahwa minat baca anak Indonesia tergolong paling rendah di dunia.Diperkirakan hanya sekitar 10% anak Indonesia yang tergolong kelompok gemar membaca.
 Pada anak-anak membaca akan membantu menumbuhkan budi pekerti atau karakter,seperti menumbuhkan rasa peduli terhadap sesama, menumbuhkan rasa kasih sayang, dan perilaku-perilaku lainnya sesuai dengan pesan moral yang ada di dalam buku yang dibacanya. Hal ini sangat penting dalam membangun karakter anak.
Ketika anak membaca dongeng, misalnya Si Kancil dan Tikus,maka mereka bisa mengambil pesan moral pada cerita itu, bahwa kita harus tolong menolong pada sesama teman. Orang yang sering membantu akan disukai oleh orang lain.Menjadi orang yang sering membantu akan membuat kita sukses dan bahagia dimasa yang akan datang.Pesan moral dari sumber bacaan seperti ini akan membangun persepsi atau mindset berpikir anak yang nantinya akan mengendap di otak bawah sadar dan melahirkan prilaku atau karakter yang baik.Hal ini harus ditunjang dengan sumber bacaan atau buku yang dibaca oleh anak harus terlebih dahulu diseleksi oleh orang tua dan guru.
Di sekolah sudah mulai dibudayakan membaca di kelas dalam waktu lima belas menit sebelum memulai pembelajaran. Tetapi tanpa peran guru di kelas maka hal ini tidak akan berjalan sesuai tujuan, karena guru sebagai agen perubahan harus ikut secara aktif dalam menumbuhkan budaya baca di sekolah dimana guru itu mengabdi.
Langkah pertama yang bisa dilakukan oleh seorang guru adalah memulai dari diri sendiri. Salah satu kompetensi guru adalah kompetensi professional yang merupakan wujud nyata atas materi pelajaran secara luas dan mendalam,mampu mempresentasikan dan memperkaya wawasannya dengan membaca bacaan-bacaan yang bermutu. Membaca dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Ketika membaca sudah menjadi budaya pada diri seorang guru, maka tidaklah sulit untuk menularkan dan memberikan contoh membaca pada siswanya. Guru merupakan teladan bagi siswanya,maka akan sangat sulit jika menginginkan siswanya gemar membaca,sementara gurunya tidak suka membaca.
Langkah kedua,dengan adanya Permendikbud RI Nomor 23 Tahun 2015 tentang wajib Penumbuhan Budi Pekerti melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS),pada tahap pembiasaan harus ada kegiatan membaca buku non pelajaran selama 15 menit sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Kegiatan ini harus benar-benar bisa dimanfaatkan untuk menumbuhkan minat baca siswa.Pada saat siswa diprbolehkan untuk membaca buku sesuai keinginannya,maka hal ini akan memberikan kesenangan tersendiri bagi siswa. Mereka bisa menyalurkan rasa ingin tahunya melalui buku yang disukainya.Pihak sekolah dan guru cukup membantu menyediakan buku-buku yang sesuia dengan keinginan mereka di setiap kelas,atau mengintruksikan kepada siswa untuk membawa buku koleksi pribadinya dari rumah,yang tentunya sudah diseleksi oleh orang tua dan gurunya.Di kelas bisa juga difasilitasi dengan memberikan perpustakaan kelas atau pojok literasi, sehingga siswa lebih mudah untuk membaca buku kapanpun mereka mau. Kebiasaan membaca lima belas  menit sebelum pembelajaran sudah pasti akan memberikan dampak yang besar kepada siswa, selain minat meningkatkan dan memotivasi siswa dalam menulis, program ini juga menimbulkan dampak kebiasaan maksudnya siswa yang semula tidak menyukai atau tidak gemar membaca, karena tuntutan dan kewajiban untuk membaca sebelum pembelajaran dimulai, maka mau tidak mau mereka akan membaca bahan bacaan yang mereka sukai. Gerakan membaca lima belas menit ini juga dapat mencetak pustakawan cilik di perpustakaan mini di kelasnya, yang diharapkan dapat menjadi generasi yang mampu melestarikan budaya baca dan mencintai buku, serta mengajak siswa lain untuk gemar membaca.Yang dilakukan pustakawan cilik antara lain adalah sebagai operator peminjaman buku maupun pengembalian buku dan merapikan buku di rak buku. Guru bisa memberikan reward pada pustakawan cilik antara lain sertifikat,pin,atau piala.
Langkah ketiga, dengan merancang kegiatan membaca yang menyenangkan dan mengasyikan, sehingga kegiatan membaca bukan merupakan beban. Misalnya mengadakan tantangan membaca 1000 halaman setiap 3 bulan sekali atau persemester. Pada kegiatan ini siswa yang mencapai target akan mendapatkan hadiah berupa buku. Pihak sekolah bisa juga mengundang perpustakaan keliling, mobil pintar,atau komunitas-komunitas perpustakaan yang ada di masyarakat. Pada kegiatan ini siswa, guru, kepala sekolah, dan semua warga sekolah bisa membaca bersama-sama dengan suasana santai dan menyenangkan.Agar suasana lebih menarik, kegiatan ini diisi dengan pemberian door prize berupa buku bagi siswa yang dapat menceritakan kembali isi buku yang dibacanya, atau bisa menjawab pertanyaan seputar buku fiksi maupun non fiksi.
Langkah Keempat, dengan membuat pohon literasi,dimana di pohon tersebut di setiap rantingnya di gantungi selembar kertas misalnya berbentuk daun dengan nama siswa,judul buku,dan pengarangnya.Ranting yang paling banyak daunnya akan mendapat reward berupa buku. Bisa juga diadakan lomba mendongeng antar siswa. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan semangat membaca buku pada siswa secara berkelanjutan dan memacu siswa untuk membaca dengan lebih intensif.
Langkah kelima, pada saat-saat tertentu kita bisa menghadirkan pendongeng atau penulis buku terutama buku-buku cerita anak. Hal ini akan semakin menguatkan dan meyakinkan siswa bahwa membaca selain menyenangkan dan mengasyikan juga member manfaat besar untuk kesuksesan mereka di masa yang akan datang.
Jika langkah-langkah ini bisa kita lakukan,maka kita selain mendukung program pemerintah dengan Gerakan Literasi Sekolah,juga menanamkan budaya baca pada siswa Sekolah Dasar, sehingga secara perlahan tapi pasti Indonesia akan menjadi Negara besar dengan peradaban tinggi yang bisa merubah posisi tingkat literasinya menjadi lebih tinggi dari Negara-negara lain, tidak hanya menempati posisi ke-60 dari 61 negara.
Daftar Pustaka
Depdikbud, 1991/1992. Petunjuk Pengajaran Membaca Menulis di Kelas III-IV Sekolah Dasar. Jakarta: Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Rosidi, Ajip, 1973. Pembinaan Minat Baca Apresiasi dan Penelitian Sastra. Jakarta: Panitia Tahun Buku Nasional

Sugihartati, Rahma. 1997. Perilaku dan Kebiasaan Anak Gemar Membaca (Kasus Keluarga Perkotaan di Surabaya). Jakarta: LP3S.


Totong, 1998. Membaca Merupakan Suatu Kebutuhan. Mutu Media Komunikasi dan Informasi Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar.Volume VI (04)